Sabtu, 11 April 2015

Review Gloomy Gift: Ketika Cinta Harus Melukai

Saya sangat jarang pre order (PO) sebuah buku. Nah karena saya suka dengan novel ini ketika membaca bab awalnya di Wattpad, akhirnya saya pun mencoba PO. Tidak menyesal karena bukunya asik meskipun judulnya gloomy. Inilah review dari saya;

Judul buku: Gloomy Gift
Penulis Rhein Fathia
Penyunting: Pratiwi Utami
Penerbit: Bentang Pustaka
Tahun terbit: Maret 2015, Cetakan I

Hidup Kara Arkana bahagia. Lulus dari jurusan desain di perguruan tinggi ternama di Bandung, ia membuka toko kado Glad to Gift You di salah satu mal di Jakarta. Alasannya sederhana, ia ingin membantu mereka yang hendak memberikan kejutan indah pada orang-orang yang dicintainya. Seperti Pandu, papanya, yang selalu memberi kejutan padanya semasa hidup. Kenangan pada almarhum papanyalah yang membuat Kara berbisnis kado, oh bukan, Kara menyebutnya agen kebahagiaan. Tentu saja iapun berbahagia karena di tokonya pula ia bertemu kekasih hatinya, Zeno.

Hidup Kara yang tenang menyisakan trauma masa lalu. Ayahnya seorang polisi harus tewas diberondong peluru ketika bertugas. Tak ingin mengalami kesedihan serupa, Kara berjanji tak akan menikahi pria yang berprofesi menantang maut.

Untunglah Zeno Ramawijaya, kekasih Kara, adalah seorang arsitek. Zeno pria tampan, tegap, cerdas, dan mapan. Boleh dibilang ia adalah salah satu aset unggulan Kaum Adam yang langka (hahaha...).

Kara dan Zeno saling mengenal selama lebih dari satu tahun. Merasa yakin dengan pasangannya, mereka mantap membawa hubungan cinta ini ke pelaminan. Di satu akhir pekan, Zeno bersama Garin dan Dhewa (ayah dan adiknya), serta kerabat terdekat pergi ke kediaman Kara di Bogor. Mereka mengadakan acara pertunangan.

Sebagai pecinta Disney Princess, Kara membayangkan hidupnya akan manis dan happily ever after seperti film-film kartun kesukaannya. Tapi siapa sangka jika beberapa saat setelah cincin disematkan, letusan senjata api menyalak di rumahnya. Trauma masa lalu muncul tanpa bisa ia kendali.

Kara dan Zeno lari menyelamatkan diri ke apartemen Zeno di Jakarta. Kara dikejutkan sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya. Seseorang yang juga kliennya mengatakan bila Zeno adalah pembunuh. Belum juga keterkejutannya sirna, ia mendengar Zeno berbicara pada seseorang di telepon. Kekasihnya yang sangat perhatian padanya itu  mengaku jika seseorang tewas saat bersamanya.

Dunia Disney Princess Kara runtuh seketika. Pemilik gerai kado itu harus menerima kejutan yang tak diinginkannya. Sisi lain Zeno terkuak di hadapannya tepat di hari pertunangan mereka.

Lagi-lagi Kara terkejut. Ia menyaksikan Zeno begitu lihai menggunakan senjata api. Kekasihnya itu sibuk menelepon orang-orang dan menyebutkan nama-nama aneh; Naos, Auriga, Pavo, Rigel, Pollux, Draco. Zeno juga meyakinkan Kara untuk terus berada di sampingnya. Tempat teraman bagi Kara adalah bersamanya. Tapi Kara bingung. Zeno yang ada di hadapannya bukan lagi Zeno yang sama. Kara tidak tahu harus mempercayai siapa. Apalagi peluru terus saja mengejar mereka ke mana pun mereka lari. Siapakah yang menjadi incaran, Kara ataukah Zeno?

Lalu siapa Lintang Samudra, Mutiara Hitam, Lupus, dan SYL? Kara tak percaya ia berada di dunia yang selama ini hanya bisa ia saksikan di film-film Hollywood.

Benarkah di sisi Zeno adalah tempat teraman? Lalu mengapa ia harus terluka? Apakah Zeno memang orang yang tepat untuknya? Lantas mengapa ia merasa begitu takut kehilangan?

Sudah lama saya tidak membaca novel action romance modern dengan senjata api (biasanya saya baca novel action dengan pedang dan samurai). Seingat saya, novel sejenis yang pernah saya baca adalah novel terjemahan. Nah baru kali ini saya membaca produksi penulis lokal, Rhein Fathia. Ini adalah novel ke dua karyanya yang saya baca setelah Coupl(ov)e. Di novel sebelumnya, saya tidak kecewa bahkan menyebutnya sebagai novel yang komplit. Coupl(ov)e adalah novel favorit saya. Bagaimana dengan Gloomy Gift?

Well... Saya suka! Saya suka! *Mei-mei mode on*

Rhein seperti biasa, sangat rapi menulis. Ketegangan disuguhkan sejak prolog. Kisah selama dua hari di satu akhir pekan itu sangat seru dibaca dalam novel setebal 280 halaman ini. Tidak ada celah untuk berhenti membaca. Tegang banget..

Para tokoh yang dihadirkan meskipun banyak tapi muncul dalam porsi yang cukup, tak berlebihan. Masing-masing diceritakan bagaimana latar belakang mereka. Rhein begitu runut dan menyebarkannya di bab yang tepat untuk menyimpan informasi berbagai tokoh tersebut. Membuat pembaca mendapat kejutan di setiap akhir bab.

Furky adalah tokoh paling mengejutkan saya. Pantas saja jika karyawannya berkata jika berada di samping Furky menjadi tempat teraman ke dua setelah dalam rahim ibunda (halaman 192).
Saya terkecoh dengan identitas asli si Lupus. Saya mengira si Lupus adalah Draco. Tak disangka jika Lupus adalah... **** (sensor hehehe)

Saya bukan pembaca yang cerewet soal EYD dan sebagainya. Tapi tentunya menyenangkan bila membaca novel yang rapi dalam tata bahasa. Rhein salah satunya. Sejak membaca Gloomy Gift di Wattpad, saya tidak menemukan kesalahan tulis. Malah dua bab pertama novel ini tidak berbeda dari versi Wattpad.

Ketegangan diciptakan Rhein sambil berteka-teki. Pembaca dibuat sibuk dengan mencari tahu siapakah musuh Zeno sebenarnya. Aksi kelahi Zeno dan musuh utamanya di sebuah gedung yang belum jadi begitu mendebarkan. Mungkin Rhein sering menonton film action untuk mendapat gambaran seru ini. Dan setahu saya, Rhein juga ikut kelas menembak sebagai riset novelnya. Cool!

Sisi romantis Rhein tetap hadir di tengah ketegangan. Terasa sekali rasa sayang Zeno pada Kara dan begitu juga sebaliknya. Tak lupa ia juga menyematkan lelucon di dalamnya. Yang paling membuat saya tertawa adalah permainan senter di rumah Belanda. Konyol tapi romantis. Hihi..

Mungkin jika harus ada kekurangannya, Gloomy Gift tidak bertabur kalimat indah penuh makna seperti Coupl(ov)e. Tapi karena genre novelnya berbeda, tentu yang ditawarkan Rhein pun berbeda. Meski begitu, ada kalimat perenungan yang penting dalam novel ini;

"Ada yang tidak tahu. Kebanyakan pria menganggap wanita hanya sebagai makhluk yang ditakdirkan untuk ditaklukkan, bukan untuk dilindungi. Materi sebanyak apa pun tidak akan memenuhi 'rasa terlindungi' yang wanita butuhkan." (Kara Arkana, halaman 133)

Benar sekali! Lelaki sering merasa jumawa sudah menaklukkan sekian banyak wanita dalam hidupnya. Tapi coba tanyakan pada para wanita itu, apakah lelaki semacam itu sanggup melindungi mereka? Kami, wanita, bukan kaum lemah. Tapi sudah menjadi takdir kami untuk mendapatkan perlindungan dalam dekapan.  Rasa terlindungi yang hanya bisa diberikan kalian, lelaki. Aih jadi curhat..




Selasa, 07 April 2015

Anak Ibu (FF)

Pim meragu. Ia bingung. Aroma khas rumah sakit yang sudah bersahabat dengannya selama hampir satu tahun ini, mendadak membuatnya mual. Ia memijit-mijit pelipisnya, menimang-nimang berita yang akan ia sampaikan.

"Bu, Pak Bram melamarku."
Akhirnya Pim berkata dan menyebut nama atasannya di kantor.
"Benarkah?" tanya ibu. Pim mengangguk.

Pim tak menduga wanita berwajah lembut di hadapannya tersenyum. Matanya membulat memancarkan rasa bahagia. Mengapa ibu bisa tersenyum sementara aku sebaliknya?

Pim menunduk. Bahunya naik turun. Pipinya membasah.
"Aku harus bagaimana, Bu?"
"Terimalah!"

Lagi-lagi ibu mengejutkannya. Pim mengerenyitkan dahi. Ia kecewa. Matanya terluka. Ia lemparkan pandangan pada sisi ibu.

Wanita paruh baya itu mengerti. Dalam batinnya ia berseru: Ia harus mati.

"Pim, pulanglah! Malam ini Ibu tak usah ditemani."

Bulan depan tepat satu tahun mereka mendiami kamar di rumah sakit ini. Tabungan terkuras kering. Bulan lalu Pak Bram datang menawarkan solusi. Wanita itu menyepakatinya.

Malam pekat. Tangan wanita itu gemetar. Ia mencabut kabel dan selang penopang hidup sosok pucat yang membujur di ranjang. Matanya basah memandangi sosok muda itu, anak lelaki kebanggaannya. Hatinya teriris.

"Maafkan Ibu, Nak. Menantuku harus menikah. Karenanya Kau harus pergi."

Flashfiction ini diikutsertakan dalam Tantangan Menulis FlashFiction – Tentang Kita Blog Tour

(foto diambil dari viva news)