Rabu, 13 Mei 2015

#BeraniLebih Konsisten Agar Anakku Tumbuh Sehat Ceria

Saya telat membaca lomba #beranilebih. Sampai tanggal 30 April 2015, saya masih bingung harus lebih berani untuk apa. Eh, begitu saya mau menyerah, ada pengumuman kalau lomba ini diperpanjang. Yeay! Masih ada kesempatan untuk menentukan apa yang saya pilih untuk #beranilebih.

Dari sekian banyak problema yang saya hadapi, (duh kesannya saya orang yang bermasalah ya? Hahaha.. Ga segitunya sih..) ada satu hal yang harus saya gapai dengan keberanian lebih.

Selama ini saya merasa baik-baik saja membiarkan anak saya, Faiz (5 tahun), berlama-lama menonton televisi tanpa pendampingan. Sampai kemudian saya merasa kok anak saya ini jadi menyebalkan. Setiap kali hendak tidur siang dan malam, ia jadi rewel dan menyakiti saya. Dia menendang dan memukuli saya. Ada apa sebenarnya?

Katanya, anak adalah peniru ulung. Apa yang dilihat, itulah yang ditiru. Sementara saya dan suami tidak memukuli apalagi menendanginya. Jadi, siapa yang dia tiru?

Saya membaca artikel ternyata anak saya meniru adegan di televisi. Meski hanya sekilas, memori adegan perkelahian akan menempel di dalam otaknya. Saya membuat putusan. Saya harus membatasi anak saya berteman dengan televisi dan gadget. Permainan yang ia mainkan di ponsel atau laptop pun harus saya pilih benar.

Awalnya dia protes tapi saya berkeras hati. Alhamdulillah sudah menuai hasil. Anak saya sudah tidak lagi menendang dan memukuli saya tiap kali hendak tidur. Ia jauh lebih tenang dan lebih mudah tertidur. Sebelumnya, saya harus berdebat panjang menyuruhnya istirahat.

Rupanya memang benar. Anak-anak seusianya lebih membutuhkan aktivitas fisik dan mengoptimalkan kinerja otaknya. Kegiatan bermain bola, balap mobil-mobilan, menyusun puzzle, tebak-tebakan, bongkar pasang balok dan lego, membentuk plastisin cukup membuat anak saya senang, kreatif, dan capek. Akhirnya ia jadi mudah diajak tidur dan otaknya berkembang, imajinasnya luar biasa, dan badannya sehat.

Saya memang tidak menyetopnya menonton dan bermain gadget. Hanya saja membatasinya. Kemarin-kemarin aturan tersebut sempat longgar. Akibatnya, anak saya kembali menyebalkan, berteriak-teriak tak menentu dan bertingkah tak menyenangkan. 

Saya teledor. Karenanya, saya harus #beranilebih kuat hati dan konsisten menjalankan aturan itu kembali. Karena saya ingin Faiz tumbuh berkembang menjadi anak sehat, kreatif, nan ceria.





Twitter: @rima_ria
Facebook: Rima Ria Lestari

Minggu, 03 Mei 2015

Kotak Bergambar Hati

Ren menemukan dua kotak kayu di sudut gudang. Satu kotak bergambar hati utuh, lainnya hati terbelah. Gembok kecil mengunci kotak-kotak itu.


Ren mencari kotak perkakas dan mengambil palu. Kedua gembok dipatahkannya. Ia membuka satu kotak dan menemukan sangat banyak lembaran kertas memo di dalamnya. Lembaran itu sudah menguning. Bau khas kertas lama tersimpan di ruang lembap menguar saat ia membukanya.


Satu per satu kertas memo itu ia baca. Ia mengenal pemilik tulisan-tulisan itu, mama dan papanya. Mata Ren membelalak. Mulutnya ternganga. Terkejut membaca isi tulisan di dalamnya. Tak pernah satu kali pun dalam hidupnya selama 25 tahun ini sebagai putri bungsu mereka, ia mendengar mama dan papanya mengucap kalimat-kalimat yang tertulis di hadapannya. Makian, cacian, sumpah serapah.


Tak sampai hati meneruskan, Ren menutup kotak itu dan meletakkannya di lantai. Ragu-ragu ia mengambil kotak lainnya. Di sana terdapat gambar hati utuh berwarna merah. Ren menarik napas panjang. Tersadar berada di ruangan lembap, iapun terbatuk-batuk karena menghirup aroma apak. Ia membuka kotak dan heran. Di dalamnya ada kertas memo juga tapi hanya ada...17 lembar.


Ren membaca ketujuhbelas kertas memo. Senyumnya merekah. Beragam ungkapan rasa sayang dan cinta mama dan papanya tertulis manis di sana. Ia juga menemukan cap lipstik bibir merah mama di beberapa memo.


Kenapa cuma 17?


"Ren, tolong Mama..." Suara mama mengejutkan Ren. Mama tak melanjutkan kalimatnya. Mama menghampiri Ren dan mengambil kertas-kertas di tangan putrinya. Ren menatap mamanya meminta penjelasan.


"Kami pernah bertengkar hebat. Capek sekali rasanya. Lalu kami sepakat menuliskan kekesalan di kertas sebelum serius membicarakannya. Kalau sudah adu argumentasi dan berdiskusi, kami memasukkannya ke dalam kotak. Artinya, jika sudah masuk kotak, case closed!


"Begitu juga dengan ungkapan sayang kami. Tapi ternyata, mengungkapkan sayang dan cinta secara langsung, rasanya lebih indah. Maka catatan cinta kami hanya sedikit."


"Kenapa begitu, Ma?"


"Karena kalau hanya bertukar tulisan, kami tidak bisa langsung melihat binar bahagia di matanya. Binar itu menyala dan sangat menyenangkan hati. Berbeda dengan sorot mata amarah atau kecewa. Ada gurat sedih dan terluka. Kami tidak suka melihatnya. Kami lebih senang jika menatap mata yang bahagia, raut yang gembira, suka cita."


"Mama dan papa bahagia?"
"Ya! Karenanya dua kotak itu ada di sini, di gudang."
"Kenapa masih disimpan?"
"Kami berencana membukanya nanti kalau sudah renta."
"Untuk apa?"
"Untuk menertawakan kami yang pernah tolol."
"Hahaha.."
"Hahaha.."
"Masih mau seperti itu?"
"Hm..Kamu boleh simpan kotak yang di pangkuanmu itu."
"Yang ini, bagaimana?" Ren menunjuk kotak yang tergeletak di lantai.
"Bakar saja!"
"Hahaha.." Ren dan mama tertawa bersama.
"Yuk, bantuin Mama bujuk papa!"
"Ngeyel lagi?"
"Biasa, maunya kolokan sama Daddy's little girl!"


Diikutsertakan dalam kuis #CERMAT Mizan