Minggu, 15 Juni 2014

[Resensi (Bukan) Salah Waktu] Kisah Para Narapidana Masa Lalu

Hanya ada tiga tempo kehidupan manusia; masa lalu, kini, dan yang akan datang. Semua terjalin dan membentuk pribadi masing-masing orang. Namun tak jarang, ada saja yang tak bisa beranjak dari masa lalu. Mereka yang rela menjadi narapidana masa lalu inilah yang menjadi tokoh-tokoh dalam novel perdana Nastiti Denny, (Bukan) Salah Waktu.  

Sekar, perempuan mandiri yang tengah menapaki peran barunya sebagai ibu rumah tangga. Trauma masa kecil yang tak pernah ia bagi pada siapapun, termasuk suaminya, semakin membelit jiwa. Ia pun menjadi berjarak dengan Prabu, suaminya. Apalagi ketika masa lalu suaminya terkuak dan menghadirkan sesosok anak di hadapan mereka. Prabu dan Sekar sama-sama melihat wujud lain dari pasangannya, yang tak pernah mereka kenali sebelumnya.  

Yani, mama Sekar adalah satu dari sumber trauma puterinya. Ketika ia menyadari, semua sudah terlambat. Luka yang dibuatnya terlalu dalam dan terus menganga di hati Sekar.  
Bram dan Larasati, kakak beradik yang dengan rapi merencanakan upaya memorakporandakan rumah tangga Prabu dan Sekar. Bagian masa lalu Prabu yang muncul dengan penuh kebencian. Saat mereka menyadari jika Prabu dan Sekar bukanlah sasaran yang sebenarnya, rumah tangga pasangan suami istri itu telanjur sudah di ujung tanduk.  

Tokoh-tokoh ini hadir dengan karakter yang kuat. Konflik di antara mereka terjalin rapi dan mencengangkan. Penulis mampu merajut kisah para narapidana masa lalu ini dengan runut meski dengan cara bermain puzzle. Setiap keping cerita punya tempat tersendiri. Kadang kala penulis "nakal" membuat pembaca meletakkan keping puzzle yang salah. Tapi mengasikkan.

Kehidupan para tokohnya mencerminkan gaya hidup pasangan muda masa kini. Kesibukan mereka menjadi pekerja kota besar yang tinggal di kota penyangga. Juga ketergantungan yang amat besar pada pembantu rumah tangga.

Pada sampul depan tercantum Pemenang Lomba Novel "Wanita dalam Cerita". Merujuk pada isi cerita maupun lomba yang diikuti, novel ini menyasar wanita dewasa. Sayangnya sampul depannya tidak mencerminkan kedewasaan. Merujuk pada waktu dengan menampilkan gambar jam dan angka yang bertebaran, gambar tersebut sebenarnya cantik untuk sampoul novel. Hanya saja tidak cocok untuk novel dewasa karena terkesan remaja.


"Aku Terjebak Masa Lalu"
Nastiti senang sekali mencantumkan kapan suatu kejadian berlangsung. Entah dengan tempo bulan, hari, bahkan jam. Dengan begitu, jadi terlihat bila peristiwa di dalam novel ini berlangsung kurang dari enam bulan. Sayangnya, jika tak berhati-hati, akan nampak kejanggalannya.

Salah satunya adalah kehamilan Sekar. Dikatakan Sekar resign dari kantor pada awal tahun. Perkiraan saya adalah akhir Januari karena pada satu adegan disebutkan Sekar menyambut bulan Februari dengan berjalan-jalan bersama teman bekas kantornya. Lalu bertubi-tubi terjadi permasalahan dalam rumah tangganya bersama Prabu selama dua pekan sehingga hubungan mereka merenggang. Di masa itu, Sekar disebut sedang hamil. Berarti sekitar bulan Februari atau awal Maret (jika terjadi perselisihan beberapa pekan pasca resign). Namun kemudian dalam epilog disebutkan ulang tahun Wira di bulan Mei, Sekar tengah hamil besar. Bila itu adalah di tahun yang sama, Sekar masih hamil muda. Namun bila di tahun berikutnya, Sekar tentu sudah melahirkan.

Kesukaan penulis pada detil tidak diimbangi dengan konsistensi. Di awal cerita, disebutkan bahwa Toni Wirawan, ayah Prabu adalah direktur sebuah perusahaan minyak (hal. 13). Namun kemudian ketika muncul permasalahan Prabu dengan Larasati dan Bram, Toni disebut sebagai pejabat badan pertanahan (hal. 108).
Kemudian Marni saat mengajukan pulang kampung menyebut bahwa kakaknya yang tinggal di dekat rumah orang tuanya terkena stroke dan adiknya berumah tangga di Kalimantan (hal. 37). Namun kemudian saat pulang kembali ke rumah Sekar, Marni menyebut kakaknya yang dari luar kota kembali ke kampung halaman dan membeli sepetak tanah di sana (hal. 223).

Di luar itu, saya memberikan apresiasi buat mba Nastiti Denny. Novel bertema rumah tangganya ini memberikan wawasan yang kerap diabaikan. Seolah masa lalu begitu penting sehingga sulit melangkah dan merasa sulit keluar darinya. Memang tiap orang bisa memilih bagaimana ia akan menjalani hidupnya. Tapi seperti Nastiti katakan dalam novelnya, Cinta terkadang memang sesederhana memaafkan masa lalu...

Judul Buku: (Bukan) Salah Waktu
Penulis: Nastiti Denny
Penerbit: Bentang Pustaka
Tahun terbit: Desember 2013, Cetakan Pertama






Sabtu, 14 Juni 2014

(Buku Antologi) Once More Ramadhan

Hore! Saya punya buku lagi! Alhamdulillah.. Masih buku keroyokan sih, belum solo. Hehehe... Tapi tetep seneng banget!

Kali ini bukunya tentang kisah inspiratif terkait hulan suci Ramadhan. Nah, dua pekan lagi kita akan beramadhan. Insya Allah pas di waktu tersebut, buku ini sudah hadir di toko-toko buku.
Ini adalah buku antologi kami, Be A Writer Community. Audisi dilakukan internal sejak awal tahun dengan PJ mba Adya Pramudita. Buku Once More Ramadhan ini diterbitkan oleh Grasindo.

Saya punya dua naskah di sini. Satu, cerita tentang Ramadhan di rumah sakit dengan tingkat galau yang luar biasa karena bapak harus menjalani operasi berisiko tinggi tahun lalu. Kisah tersebut berjudul (Mudah-mudahan) Bukan Ramadhan Terakhir. Dua, kenangan masa kecil saya tentang kebiasaan almarhumah Emak, nenek saya, yang suka membuat besek daun pisang tiap kali jelang lebaran. Judul kenangan itu sama dengan nama besek khas Emak, Sangu Cangkedong.

So, segera dapatkan bukunya ya! Dijamin banyak hikmah yang bisa diambil dari cerita-cerita di dalamnya.